Laksana udara, rindu terus mengalir. Menyergap seluruh permukaan yang ia jangkau. Tak pernah henti, juga tak akan mati. Sebuah pengharapan antara ia, ibu, dan Tuhan. Melibatkan Tuhan sebagai bentuk dogmatik yang sistematis.
Waktu terus merentangkan jarak. Memupus harap, berdarah.
Sebuah prosa yang mengabsahkan bahwa ia benar-benar luka. Tumpah, menggenagi jerambah yang kosong dalam hati seorang anak bernama wanita. Ia tak menyalahkan Tuhan, juga tak pernah menyesal akan sebuah hak alam.
Memaktubkannya sampai bejana yang tertuang isi hati dan logika akur. Berdoa sebagai entitas kehidupan yang normal. Ia wanita yang kehilangan ibu. Baginya ibu adalah kompas, sebuah pengarah yang Tuhan cipta, tanpa mengurangi makna pedoman agama, adat, dan budaya.
(Fanli Mandalika)
Prosa – Menjulurkan Doa, Menggantung Harap
Ibu, apa kabarmu?
Sudahkah kau tenang disana? Meski kau belum melihatku hidup bahagia bersama orang yg ku cinta seperti yg pernah kau katakan sebelum kau pergi.
Ibu, sudahkah kau bertemu Sang Pencipta? Jika sudah, katakan pada Nya ijinkan aku bertemu denganmu walau hanya dalam mimpi.
Duhai ibu, aku rindu. Mari kita bertemu.
Kau curang, bu. Kau bisa melihatku, tapi aku bahkan tak bisa melihat mu meski dalam mimpiku.
Ibu, banyak yg ingin kuceritakan.
Banyak yg ingin kuungkapkan.
Kau tau, bu? Kuharap kau bahagia.
Aku akan berjuang mewujudkan cita”. Bukan. Bukan cita”ku. Tapi cita”mu.
Katamu kau ingin aku menyelesaikan studiku. Akan kuselesaikan meski harus berjuang lebih kuat karna tak ada kau disisiku sebagai penyemangat.
Katamu aku harus mendapat pekerjaan lebih baik daripada hanya menjadi ibu rumah tangga sepertimu. Sebenarnya, aku kurang setuju. Sebab aku ingin sepertimu. Menjadi istri yg lebih dari kata baik untuk suami mu, pun menjadi ibu yg begitu mengayomi putra putri kecilmu.
Katamu, kau ingin melihatku hingga ada seseorang yg akan bertanggung jawab atasku. Akan kudapatkan seseorang itu. Yg mencintaiku seperti cintamu, melindungiku sebaik Ayah melindungi kami.
Aku akan hidup dengan baik untukmu.
Aku akan tertawa, meski tak lagi selepas dulu.
Suatu saat, mari kita bertemu. Bukan dalam mimpi. Tapi di dalam syurgaNya. Untuk saat ini, kita saling menjaga dalam doa saja, ya. Kuharap langit mendengar doaku, kemudian di sampaikannya pada Sang Pencipta. Tetaplah mengawasiku dari atas sana dan Jangan biarkan aku lemah.
___
Sabtu, 10/08/2019
Penulis Prosa: Suci Rotinsulu, Satu diantara ribuan wanita yang mencoba menyulurkan tulisan bermakna doa, sebagai media ijabah. (FM)