Dokumen Pribadi |
Membebaskan pikiran merupakan bagian kecil dari wujud manusia merdeka. Akan tetapi di satu sisi tertentu, kejernihan dalam melepaskan pemikiran dalam bentuk argumentasi secara eksplisit bergantung pula pada tatanan sosial, kepentingan individu atau kelompok, dan dogma teologis. Maksud dari proposisi tersebut adalah bahwa, seseorang tidak akan sepenuhnya bisa menelanjangi apa-apa saja komposisi dari sebuah argumentasi. Maka perlu setidaknya kita paham bahwa apa, mengapa, dan siapa di balik jalan pikiran seseorang. Kita akan disodorkan dengan segala bentuk kekhawatiran jika jalan pikiran dari suatu argumentasi itu tidak dapat diketahui.
Secara sederhana kita bisa memahami bahwa segala bentuk argumentasi, akan selalu berujung pada tujuan tertentu. Bisa saja berpihak pada keadilan dan kebenaran, pun bisa saja berpihak pada kepentingan individu dalam memperalat identitasnya sebagai pemimpin. Dengan proposisi semacam itu, kita sadar bahwa kecemasan publik bisa saja lahir atas dasar ketidakmampuan pemimpin dalam meyakinkan warganya. Beragam spekulasi akan bermunculan seiring lambatnya klarifikasi atas sebuah argumentasi.
Ketidaksanggupan pemimpin dalam menerjemahkan psikis warganya sudah pasti akan menghasilkan langkah yang salah kedepan. Salahnya dimana? Yahh dalam upaya menghadirkan formula terhadap ketimpangan. Permasalahanya jelas bahwa pemimpin yang gagal dalam membaca psikis warganya, akan gagal dalam upaya menghadirkan resolusi kedepan. Sama halnya ketika kita menganalogikan kegagalan pemimpin dalam membaca situasi sosial dengan seorang dokter ahli kesehatan jiwa yang salah dalam mendiagnosis pasien, akan salah pula dalam hal menindaklanjuti proses pengobatan.
Kompleksitas keyakinan seorang pemimpin cenderung dibenturkan dengan segala anggapan atas ketidaksanggupan dalam menjamin sejahteranya kehidupan bersosial dalam suatu tatanan, sehingganya keyakinan tersebut diiming-imingi oleh pihak lain tanpa perlu melibatkan nurani. Oleh karena itu, membaca jalan pikiran pemimpin kemudian menegaskan bahwa apa yang seharusnya merupakan hal mutlak dalam merawat keseimbangan bersosial.
Kecenderungan melibatkan persoalan individu dalam urusan publik, akan menghadirkan pelbagai gerak-gerik yang mencurigakan pada diri seorang pemimpin. Pada kesempatan semacam itulah jalan pikirannya diuji baik secara langsung maupun tidak langsung. Bahkan dalam keadaan apapun ia akan dicurigai. Terlepas dari argumentasinya yang tajam, publik tidak akan lagi menilai bobot dari dalil-dalil yang disampaikan oleh seorang pemimpin. Akan tetapi yang dinilai adalah, apa dibalik argumentasi yang tajam itu, siapa-siapa saja orang di balik argumentasi yang tajam itu.
Semisal dalam suatu kepemimpinan, seorang pemimpin yang baru saja menerima legitimasi akan sangat hati-hati dalam menata argumentasi dengan harapan akan menyentuh hati warganya. Ada juga seorang pemimpin yang menyampaikan argumentasi dengan penuh percaya diri mendeklarasikan tujuannya, tanpa berpikir segala macam konsekuensi. Dan masih banyak tipikal pemimpin lainnya. Secara sadar, terpengaruh dengan ucapan seorang pemimpin adalah hal yang wajar-wajar saja ketika kita melihat data historis dengan segala statistik berisikan orang-orang penurut yang awalnya sekedar terpengaruh.
Mengintip jalan pikiran pemimpin merupakan cara kita mencapai kehidupan yang madani dalam konteks sosial. Maka menganalisa setiap gerak-gerik dan segala produk pemimpin, berupa argumentasi sebenarnya telah menyelamatkan satu periode kepemimpinan sebelum kepemimpinan selanjutnya. Ketika pemimpin tidak mampu membaca keadaan sosial warganya, atau psikis individu lainnya, maka kita yang harusnya menanggapi hal tersebut terlebih dahulu dengan menjadikan pemimpin sebagai objek perbaikan dan regulasi konsep.