Prosa ‘Catatan kecil dari hati yang tergores’, merupakan sebuah ukiran perasaan yang terpaksa ia tuang beserta racikan rindu untuk seorang ibu. Sebuah memoar yang mengores hati, sederhana namun ruah.
Sebuah prosa yang singkat, hanya sebuah pengingat bahwa hidupnya pernah lebam, hatinya pernah tergores, perasaannya pernah meronta pada Tuhan yang menurutnya tidak adil ,dan sebagai pengingat bahwa impiannya yang telah ia tata dan agendakan bersama seorang ibu, pernah pupus. Namun ia sadar, bahwa Tuhan punya andil dalam urusan ini. Sebuah kenyataan yang menimpa wanita penyabar, baik, bahkan lebih dari sekedar pahlawan. Dia adalah ibu.
Wanita lapang yang tuhan cipta bagai tim medis untuk seorang pasien. Sekali lagi, prosa ini terpaksa harus ia maktubkan. Sebab, dunia harus tahu bahwa sekecil apapun hari dengannya, ia tetap ada walau hanya sebuah bisik, yang mengingatkan bahwa hidup butuh perjuangan. sekalipun ibu harus lekas balik pada Tuhan.
Untuk kalian yang kehilangan sosok ibu, sosok yang tiada tandingannya dimata sang anak, sosok yang bahkan lebih dari cendera mata, jangan bersedih!. Banyak yang seperti kalian,namun mereka tetap kuat menjalani pementasan hidup. (Fanli Mandalika)
Prosa – Catatan kecil dari hati yang tergores.
Setelah seharian penuh berkutat dengan rutinitas yang cukup menguras tenaga, akhirnya aku bisa beristirahat dan singgah sebagai seorang yang asing di negeri orang.
Hari yang sangat melelahkan. Kupikir memang tubuhku yang terlalu banyak mengeluarkan tenaga untuk segala kesibukan hari ini. Namun, ternyata bukan itu. Ada perasaan yang berbeda kurasakan.
Kupikir baik-baik, malah air mata yang tiba-tiba jatuh dari pelupuk mata, membasahi pipi, ternyata itu ‘dia’. Sang rindu datang menghampiri. Rindu pada sosok penyemangat. Sang penguat disaat aku mulai lelah melangkah. Sang pemberi kehangatan ditengah angkuhnya dunia. Sang ciptaan tuhan yang terindah, cantik paras dan hatinya.
Ibu, sungguh kurindu.
Saat lelah, saat rapuh, ketika aku patah, ketika aku kehilangan arah. Aku rindu, sangat rindu…ibu.
__
29 juli 2019
Penulis Prosa: Suci Rotinsulu, salah satu dari kian banyak wanita yang berusaha menolak tumbang walau lebam, memilih untuk memenjarakan pemikiran dari alur yang sempat kusut. Memaktubkannya sebagai bentuk kepercayaan bahwa yang telah lewat tidak akan pernah kembali.(FM)